Bandung Tempo Dulu: Menguak Jejak Sejarah di Kota Kembang
Bandung tempo yang kini dikenal sebagai Kota Kembang dengan pesona modern dan gaya hidupnya, menyimpan segudang cerita dan jejak sejarah yang menarik dari masa lampau. Julukan “Paris van Java” bukanlah tanpa alasan; pada era kolonial Belanda, Bandung adalah kota yang menawan dengan arsitektur elegan dan suasana yang hidup. Menjelajahi Bandung tempo dulu adalah menyelami kembali kejayaan dan perubahan yang membentuk identitas kota ini hingga sekarang.
Sejarah Bandung dimulai secara signifikan ketika Belanda menjadikannya pusat perkebunan, khususnya teh dan kopi, pada abad ke-19. Cuaca sejuk dan pemandangan pegunungan yang indah menarik banyak kaum Eropa untuk menetap, membangun vila-vila mewah dan gedung-gedung pemerintahan dengan gaya arsitektur yang beragam. Jalan Braga, misalnya, menjadi salah satu ikon utama yang merefleksikan kemewahan masa itu. Deretan bangunan Art Deco yang megah, toko-toko bergaya Eropa, dan kafe-kafe klasik menjadikan Braga sebagai pusat mode dan hiburan bagi para meneer dan nyonya.
Salah satu saksi bisu terpenting dari sejarah Bandung adalah Gedung Sate. Bangunan ikonik ini, dengan arsitektur yang unik dan tusuk sate di puncaknya, dulunya adalah kantor Departemen Pekerjaan Umum dan kini menjadi kantor Gubernur Jawa Barat. Dibangun pada tahun 1920-an, Gedung Sate tidak hanya menunjukkan kemegahan arsitektur kolonial, tetapi juga menjadi simbol kemandirian Indonesia pascakemerdekaan.
Tidak hanya itu, ada banyak bangunan lain yang tak kalah bersejarah. Hotel Savoy Homann misalnya, merupakan hotel legendaris yang pernah menjadi tempat menginap para pemimpin dunia selama Konferensi Asia-Afrika tahun 1955. Aula Barat dan Aula Timur di ITB (Institut Teknologi Bandung) juga merupakan contoh arsitektur kolonial yang indah, mencerminkan bagaimana pendidikan dan ilmu pengetahuan juga berkembang pesat di Bandung pada masa itu.
Melangkah menyusuri sudut-sudut kota, kita masih bisa menemukan banyak rumah-rumah tua berarsitektur kolonial yang kini beralih fungsi menjadi kafe, galeri, atau toko. Keberadaan bangunan-bangunan ini tak hanya menjadi daya tarik visual, tetapi juga pengingat akan lapisan-lapisan sejarah yang membentuk Kota Bandung. Menguak jejak sejarah Bandung berarti menghargai warisan budaya yang tak ternilai dan memahami akar dari Kota Kembang yang kita kenal sekarang.